A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Varisela berasal dari bahasa latin, Varicella. Di Indonesia penyakit ini dikenal dengan istilah cacar air, sedangkan di luar negeri terkenal dengan nama Chicken – pox.
Varisela adalah Penyakit Infeksi Menular yang disebabkan oleh virus Varicella Zoster, ditandai oleh erupsi yang khas pada kulit.
Varisela atau cacar air merupakan penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh virus Varicella Zoster dengan gejala-gejala demam dan timbul bintik-bintik merah yang kemudian mengandung cairan.
2. Etiologi
Virus Varicella Zoster, termasuk Famili Herpes Virus.
3. Patofisiologi
Menyebar Hematogen.
Virus Varicella Zoster juga menginfeksi sel satelit di sekitar Neuron pada ganglion akar dorsal Sumsum Tulang Belakang. Dari sini virus bisa kembali menimbulkan gejala dalam bentuk Herpes Zoster.
Sekitar 250 – 500 benjolan akan timbul menyebar diseluruh bagian tubuh, tidak terkecuali pada muka, kulit kepala, mulut bagian dalam, mata , termasuk bagian tubuh yang paling intim. Namun dalam waktu kurang dari seminggu , lesi teresebut akan mengering dan bersamaan dengan itu terasa gatal. Dalam waktu 1 – 3 minggu bekas pada kulit yang mengering akan terlepas.
Virus Varicella Zoster penyebab penyakit cacar air ini berpindah dari satu orang ke orang lain melalui percikan ludah yang berasal dari batuk atau bersin penderita dan diterbangkan melalui udara atau kontak langsung dengan kulit yang terinfeksi.
Virus ini masuk ke tubuh manusia melalui paru-paru dan tersebar kebagian tubuh melalui kelenjar getah bening.
Setelah melewati periode 14 hari virus ini akan menyebar dengan pesatnya ke jaringan kulit. Memang sebaiknya penyakit ini dialami pada masa kanak-kanak dan pada kalau sudah dewasa. Sebab seringkali orang tua membiarkan anak-anaknya terkena cacar air lebih dini.
Varicella pada umumnya menyerang anak-anak ; dinegara-negara bermusin empat, 90% kasus varisela terjadi sebelum usia 15 tahun. Pada anak-anak , pada umumnya penyakit ini tidak begitu berat.
Namun di negara-negara tropis, seperti di Indonesia, lebih banyak remaja dan orang dewasa yang terserang Varisela. Lima puluh persen kasus varisela terjadi diatas usia 15 tahun. Dengan demikian semakin bertambahnya usia pada remaja dan dewasa, gejala varisela semakin bertambah berat.
4. Sign / Symtoms
- Diawali dengan gejala melemahnya kondisi tubuh.
- Pusing.
- Demam dan kadang – kadang diiringi batuk.
- Dalam 24 jam timbul bintik-bintik yang berkembang menjadi lesi (mirip kulit yang terangkat karena terbakar).
- Terakhir menjadi benjolan – benjolan kecil berisi cairan.
Sebelum munculnya erupsi pada kulit, penderita biasanya mengeluhkan adanya rasa tidak enak badan, lesu, tidak nafsu makan dan sakit kepala. Satu atau dua hari kemudian, muncul erupsi kulit yang khas.
Munculnya erupsi pada kulit diawali dengan bintik-bintik berwarna kemerahan (makula), yang kemudian berubah menjadi papula (penonjolan kecil pada kulit), papula kemudian berubah menjadi vesikel (gelembung kecil berisi cairan jernih) dan akhirnya cairan dalam gelembung tersebut menjadi keruh (pustula). Bila tidak terjadi infeksi, biasanya pustel akan mengering tanpa meninggalkan abses.
5. Komplikasi
Komplikasi Tersering secara umum :
a. Pnemonia
b. Kelainan ginjal.
c. Ensefalitis.
d. Meningitis.
Komplikasi yang langka :
a. Radang sumsum tulang.
b. Kegagalan hati.
c. Hepatitis.
d. Sindrom Reye.
Komplikasi yang biasa terjadi pada anak-anak hanya berupa infeksi varisela pada kulit, sedangkan pada orang dewasa kemungkinan terjadinya komplikasi berupa radang pari-paru atau pnemonia 10 – 25 lebih tinggi dari pada anak-anak..
6. Treatment
Karena umumnya bersifat ringan, kebanyakan penderita tidak memerlukan terapi khusus selain istirahat dan pemberian asupan cairan yang cukup. Yang justru sering menjadi masalah adalah rasa gatal yang menyertai erupsi. Bila tidak ditahan-tahan , jari kita tentu ingin segera menggaruknya. Masalahnya,bila sampai tergaruk hebat, dapat timbul jaringan parut pada bekas gelembung yang pecah. Tentu tidak menarik untuk dilihat.
• Umum
1. Isolasi untuk mencegah penularan.
2. Diet bergizi tinggi (Tinggi Kalori dan Protein).
3. Bila demam tinggi, kompres dengan air hangat.
4. Upayakan agar tidak terjadi infeksi pada kulit, misalnya pemberian antiseptik pada air mandi.
5. Upayakan agar vesikel tidak pecah.
- Jangan menggaruk vesikel.
- Kuku jangan dibiarkan panjang.
- Bila hendak mengeringkan badan, cukup tepal-tepalkan handuk pda kulit, jangan digosok.
Farmakoterapi
1. Antivirus dan Asiklovir
Biasanya diberikan pada kasus-kasus yang berat, misalnya pada penderita leukemia atau penyakit-penyakit lain yang melemahkan daya tahan tubuh.
2. Antipiretik dan untuk menurunkan demam
- Parasetamol atau ibuprofen.
- Jangan berikan aspirin pda anak anda, pemakaian aspirin pada infeksi virus (termasuk virus varisela) telah dihubungkan dengan sebuah komplikasi fatal, yaitu Syndrom Reye.
3. Salep antibiotika = untuk mengobati ruam yang terinfeksi.
4. Antibiotika = bila terjadi komplikasi pnemonia atau infeksi bakteri pada kulit.
5. Dapat diberikan bedak atau losio pengurang gatal (misalnya losio kalamin).
Pencegahan :
1. Hindari kontak dengan penderita.
2. Tingkatkan daya tahan tubuh.
3. Imunoglobulin Varicella Zoster
- Dapat mencegah (atau setidaknya meringankan0 terjadinya cacar air. Bila diberikan dalam waktu maksimal 96 jam sesudah terpapar.
- Dianjurkan pula bagi bayi baru lahir yang ibunya menderita cacar iar beberapa saat sebelum atau sesudah melahirkan.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Data subjektif : pasien merasa lemas, tidak enak badan, tidak nafsu makan dan sakit kepala.
Data Objektif :
a. Integumen : kulit hangat, pucat.
adanya bintik-bintik kemerahan pda kulit yang berisi cairan jernih.
b. Metabolik : peningkatan suhu tubuh.
c. Psikologis : menarik diri.
d. GI : anoreksia.
e. Penyuluhan / pembelajaran : tentang perawatan luka varicela.
2. Diagnosa Keperawatan
a. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan kulit.
b. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan erupsi pada kulit.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dnegan kurangnya intake makanan.
d. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan luka pada kulit.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan kebutuhan pengobatan.
3. Intervensi
1) Diagnosa 1
a. Tujuan : mencapai penyembuhan luka tepat waktu dan tidak demam.
b. Intervensi
- Tekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang datang kontak dnegan pasien.
Rasional : mencegah kontaminasi silang, menurunkan resiko infeksi.
- Gunakan skort, sarung tangan, masker dan teknik aseptic, selama perawatan kulit.
Rasional : mencegah masuknya organisme infeksius.
- Awasi atau batasi pengunjung bila perlu.
Rasional : mencegah kontaminasi silang dari pengunjung.
- Cukur atau ikat rambut di sekitar daerah yang terdapat erupsi.
Rasional : rambut merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri.
- Bersihkan jaringan nekrotik / yang lepas (termasuk pecahnya lepuh)
Rasional : meningkatkan penyembuhan.
- Awasi tanda vital
Rasional : Indikator terjadinya infeksi.
2) Diagnosa 2
a. Tujuan : mencapai penyembuhan tepat waktu dan adanya regenerasi jaringan.
b. Intervensi
- Pertahankan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
Rasional : mengetahui keadaan integritas kulit.
- Berikan perawatan kulit
Rasional : menghindari gangguan integritas kulit.
3) Diagnosa 3
a. Tujuan : terpenuhinya kebutuhan nitrisi sesuai dengan kebutuhan.
b. Intervensi
- Berikan makanan sedikit tapi sering.
Rasional : membantu mencegah distensi gaster/ ketidaknyamanan dan meningkatkan pemasukan.
- Pastikan makanan yang disukai/tidak disukai. Dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah yang tepat.
Rasional : meningkatkan partisipasi dalam perawatan dan dapat memperbaiki pemasukan.
4) Diagnosa 4
a. Tujuan : pasien dapat menerima keadaan tubuhnya.
b. Intervensi
- Bantu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki pasien saat ini.
Rasional : memanfaatkan kemampuan dapat menutupi kekurangan.
- Eksplorasi aktivitas baru yang dapat dilakukan.
Rasional : memfasilitasi dengan memanfaatkan keletihan.
5) Diagnosa 5
a. Tujuan : adanya pemahaman kondisi dan kebutuhan pengobatan.
b. Intervensi
- Diskusikan perawatan erupsi pada kulit.
Rasional : meningkatkan kemampuan perawatan diri dan menngkatkan kemandirian.
4. Implementasi
1) Diagnosa 1
a. Menekankan pentingnya teknik cuci tangan yang baik untuk semua individu yang datang kontak dengan pasien.
b. Menggunakan skort,masker, sarung tangan dan teknik aseptik selama perawatan luka.
c. Mengawasi atau membatasi pengunjung bila perlu.
d. Mencukur atau mengikat rambut disekitar daerah yang terdapat erupsi.
e. Membersihkan jaringan mefrotik.yang lepas (termasuk pecahnya lepuh).
f. Mengawasi tanda vital.
2) Diagnosa 2
a. Memperhatikan jaringan nekrotik dan kondisi sekitar luka.
b. Memberikan perawatan kulit.
3). Diagnosa 3
a. Memberikan makanan sedikit tapi sering.
b. Memastikan makanan yang disukai/tidak disukai , dorong orang terdekat untuk membawa makanan dari rumah yang tepat.
4) Diagnosa 4
a. Membantu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki pasien saat ini.
b. Mengeksplorasi aktivitas baru yang dapat dilakukan.
5) Diagnosa 5
a. Mendiskusikan perawatan erupsi pada kulit.
5. Evaluasi
Evaluasi disesuaikan dengan tujuan yang ingin dicapai dalam intervens
Askep morbus hansen
Pengertian
Penyakit kusta adalah penyakit menular yang menahun yang menyerang saraf perifer, kulit dan jaringan tubuh lainnya.
Lepra : Morbus hansen, Hamseniasis
Reaksi :Episode akut yang terjadi pada penderita kusta yang masih aktiv disebabkan suatu interaksi antara bagian-bagian dari kuman kusta yang telah mati dengan zat yang telah tertimbun di dalam darah penderita dan cairan penderita.
2. Etiologi
M. Leprae atau kuman Hansen adalah kuman penyebab penyakit kusta yang ditemukan oleh sarjana dari Norwegia, GH Armouer Hansen pada tahun 1873. Kuman ini bersifat tahan asam berbentuk batang dengan ukuran 1,8 micron, lebar 0,2-0,5 micron. Biasanya ada yang berkelompok dan ada yang tersebar satu-satu, hidup dalam sel terutama jaringan yang bersuhu dingin dan tidak dapat di kultur dalam media buatan. Kuman ini dapat mengakibatkan infeksi sistemik pada binatang Armadillo.
3. Patogenesis
Meskipun cara masuk M. Leprae ke tubuh belum diketahui pasti, beberapa penelitian, tersering melalui kulit yang lecet pada bagian tubuh bersuhu dingin dan melalui mukosa nasal.
Pengaruh M. Leprae ke kulit tergantung factor imunitas seseorang, kemampuan hidup M. Leprae pada suhu tubuh yang rendah, waktu regenerasi lama, serta sifat kuman yang Avirulen dan non toksis.
M. Leprae ( Parasis Obligat Intraseluler ) terutama terdapat pada sel macrofag sekitar pembuluh darah superior pada dermis atau sel Schwann jaringan saraf, bila kuman masuk tubuh tubuh bereaksi mengeluarkan macrofag ( berasal dari monosit darah, sel mn, histiosit ) untuk memfagosit.
Tipe LL ; terjadi kelumpuha system imun seluler tinggi macrofag tidak mampu menghancurkan kuman dapat membelah diri dengan bebas merusak jaringan.
Tipe TT ; fase system imun seluler tinggi macrofag dapat menghancurkan kuman hanya setelah kuman difagositosis macrofag, terjadi sel epitel yang tidak bergerak aktif, dan kemudian bersatu membentuk sel dahtian longhans, bila tidak segera diatasi terjadi reaksi berlebihan dan masa epitel menimbulkan kerusakan saraf dan jaringan sekitar.
4. Klasifikasi Kusta
Menurut Ridley dan Joplin membagi klasifikasi kusta berdasarkan gambaran klinis, bakteriologik, histo patologik, dan status imun penderita menjadi :
1. TT : Lesi berupa makula hipo pigmantasi/eutematosa dengan permukaan kering dan kadang dengan skuama di atasnya. Jumlah biasanya yang satudenga yang besar bervariasi. Gejala berupa gangguan sensasibilitas, pertumbuhan langsung dan sekresi kelenjar keringat. BTA ( - ) dan uji lepramin ( + ) kuat.
2. BT : Lesi berupa makula/infiltrat eritematosa dengan permukaan kering bengan jumlah 1-4 buah, gangguan sensibilitas ( + )
3. Lesi berupa mamakula/infiltrat eritematosa permukaan agak mengkilat. Gambaran khas lesi ”punched out” dengan infiltrat eritematosa batas tegas pada tepi sebelah dalam dan tidak begitu jelas pada tepi luarnya.
Gangguan sensibilitas sedikit, BTA ( + ) pada sediaan apus kerokan jaringan kulit dan uji lepromin ( - ).
4. BL : Lesi infiltrat eritematosa dalam jumlah banyak, ukuran bervariasi, bilateral tapi asimetris, gangguan sensibilitas sedikit/( - ), BTA ( + ) banyak, uji Lepromin ( - ).
5. LL : Lesi infiltrat eritematosa dengan permukaan mengkilat, ukuran kecil, jumlah sangat banyak dan simetris. BTA ( + ) sangat banyak pada kerokan jaringan kulit dan mukosa hidung, uji Lepromin ( - ).
WHO membagi menjadi dua kelompok, yaitu :
1. Pansi Basiler (PB) : I, TT, BT
2. Multi Basiler (MB) : BB, BL, LL
5. Gambaran Klinis
Menurut klasifikasi Ridley dan Jopling
1. Tipe Tuberkoloid ( TT )
• Mengenai kulit dan saraf.
• Lesi bisa satu atau kurang, dapat berupa makula atau plakat, batas jelas, regresi, atau, kontrol healing ( + ).
• Permukaan lesi bersisik dengan tepi meninggi, bahkan hampir sama dengan psoriasis atau tinea sirsirata. Terdapat penebalan saraf perifer yang teraba, kelemahan otot, sedikit rasa gatal.
• Infiltrasi Tuberkoloid ( + ), tidak adanya kuman merupakan tanda adanya respon imun pejamu yang adekuat terhadap basil kusta.
2. Tipe Borderline Tuberkoloid ( BT )
• Hampir sama dengan tipe tuberkoloid
• Gambar Hipopigmentasi, kekeringan kulit atau skauma tidak sejelas tipe TT.
• Gangguan saraf tidak sejelas tipe TT. Biasanya asimetris.
• Lesi satelit ( + ), terletak dekat saraf perifer menebal.
3. Tipe Mid Borderline ( BB )
• Tipe paling tidak stabil, jarang dijumpai.
• Lesi dapat berbentuk macula infiltrate.
• Permukaan lesi dapat berkilat, batas lesi kurang jelas, jumlah lesi melebihi tipe BT, cenderung simetris.
• Lesi sangat bervariasi baik ukuran bentuk maupun distribusinya.
• Bisa didapatkan lesi punched out, yaitu hipopigmentasi berbentuk oralpada bagian tengah dengan batas jelas yang merupaan ciri khas tipe ini.
4. Tipe Borderline Lepromatus ( BL )
Dimulai makula, awalnya sedikit lalu menjadi cepat menyebar ke seluruh tubuh. Makula lebih jelas dan lebih bervariasi bentuknya, beberapa nodus melekuk bagian tengah, beberapa plag tampak seperti punched out. Tanda khas saraf berupa hilangnya sensasi, hipopigmentasi, berkurangnya keringat dan gugurnya rambut lebih cepat muncil daripada tipe LL dengan penebalan saraf yang dapat teraba pada tempat prediteksi.
5. Tipe Lepromatosa ( LL )
• Lesi sangat banya, simetris, permukaan halus, lebih eritoma, berkilap, batas tidak tegas atau tidak ditemuka anestesi dan anhidrosis pada stadium dini.
• Distribusi lesi khas :
• Wajah : dahi, pelipis, dagu, cuping telinga.
• Badan : bahian belakang, lengan punggung tangan, ekstensor tingkat bawah.
• Stadium lanjutan :
• Penebalan kulit progresif
• Cuping telinga menebal
• Garis muka kasar dan cekung membentuk fasies leonine, dapat disertai madarosis, intis dan keratitis.
• Lebih lanjut
• Deformitas hidung
• Pembesaran kelenjar limfe, orkitis atrofi, testis
• Kerusakan saraf luas gejala stocking dan glouses anestesi.
• Penyakit progresif, makula dan popul baru.
• Tombul lesi lama terjadi plakat dan nodus.
• Stadium lanjut
Serabut saraf perifer mengalami degenerasi hialin/fibrosis menyebabkan anestasi dan pengecilan tangan dan kaki.
6. Tipe Interminate ( tipe yang tidak termasuk dalam klasifikasi Redley & Jopling)
• Beberapa macula hipopigmentasi, sedikit sisik dan kulit sekitar normal.
• Lokasi bahian ekstensor ekstremitas, bokong dan muka, kadang-kadang dapat ditemukan makula hipestesi dan sedikit penebalan saraf.
• Merupakan tanda interminate pada 20%-80% kasus kusta.
• Sebagian sembuh spontan.
Gambaran klinis organ lain
• Mata : iritis, iridosiklitis, gangguan visus sampai kebutaan
• Tulang rawan : epistaksis, hidung pelana
• Tulang & sendi : absorbsi, mutilasi, artritis
• Lidah : ulkus, nodus
• Larings : suara parau
• Testis : ginekomastia, epididimitis akut, orkitis, atrofi
• Kelenjar limfe : limfadenitis
• Rambut : alopesia, madarosis
• Ginjal : glomerulonefritis, amilodosis ginjal, pielonefritis, nefritis interstitial.
6. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan konsep diri : HDR b/d inefektif koping indifidu
2. Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d proses reaksi
3. Gangguan aktivitas b/d post amputasi
4. Resti injuri b/d invasif bakteri
7. Intervensi
Gangguan konsep diri : Harga diri rendah berhubungan dengan inefektif koping indifidu
Tujuan :
Klien dapat memnerima perubahan dirinya setelah diberi penjelasan dengan kriteria hasil :
• Klien dapat menerima perubahan dirinya
• Klien tidak merasa kotor (selalu menjaga kebersihan)
• Klien tidak merasa malu
Intervensi :
• Bantu klien agar realistis, dapat menerima keadaanya dengan menjelaskan bahwa perubahan fisiknya tidak akan kembali normal.
• Ajarkan pada klien agar dapat selalu menjaga kebersihan tubuhnya dan latihan otot tangan dan kaki untuk mencegah kecacatan lebih lanjut.
• Anjurkan klien agar lebih mendekatkan pada Tuhan YME.
Gangguan rasa nyaman : nyeriberhubungan dengan luka amputasi
Tujuan :
Rasa nyaman terpenuhi dan nyeri berkurang setelah dilakukan tindakan keperawatan, dengan kriteria hasil :
• Klien merasakan nyeri berkurang di daerah operasi
• Klien tenang
• Pola istirahat-tidur normal, 7-8 jam sehari
Intervensi :
1. Kaji skala nyeri klien
2. Alihkan perhatian klien terhadap nyeri
3. Monitor keadaan umum dan tanda-tanda vital
4. Awasi keadaan luka operasi
5. Ajarkan cara nafas dalam & massage untuk mengurangi nyeri
6. Kolaborasi untuk pemberian obat antibiotik dan analgetik.
Perubahan pola aktivitas berhubungan dengan post amputasi
Tujuan :
Klien dapat beraktivitas mandiri sesuai keadaan sekarang setelah dilakukan tindakan keperaatan dengan kriteria hasil :
• Klien dapat beraktivitas mandiri
• Klien tidak diam di tempat tidur terus
Intervensi :
1. Motivasi klien untuk bisa beraktivitas sendiri
2. mengajarkan Range of Motion : terapi latihan post amputasi
3. Motivasi klien untuk dapat melakukan aktivitas sesuai dengan kemampuannya.
Sabtu, 12 Juni 2010
askep varicella
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Komentar Anda